Bagaimana Hak Pilih Mahasiswa asal Daerah

Oleh: Stefanus Akim

Dialog ‘Mengawal Pilkada Damai’ kemarin siang di rektorat Universitas Tanjungpura, Pontianak berjalan cerdas dan penuh dinamika. Panitia menghadirkan panelis yang terdiri dari Andreas Acui Simanjaya (tokoh masyarakat), Chairil Efendy (Rektor Untan), Nazirin (anggota KPU) dan Nur Iskandar (Pemred Borneo Tribune) serta moderator Zulfidar Zaidar Mochtar.

Sejumlah persoalan mengemuka dan dibedah habis oleh panelis dan peserta. Di jajaran peserta di antaranya hadir Direktur Aliansi Organisasi Non Pemerintah untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi (ANPRI), Edy V Petebang, Kabag Humas Polda Kalbar AKBP Drs Suhadi SW M.Si, aktivis NGO, mahasiswa, pengurus BEM, dan sejumlah tokoh pemuda dan agama, serta akademisi.

”Bagaimana hak pilih mahasiswa asal daerah yang kini ada di Kota Pontianak. Jumlahnya mungkin ada 15 ribu, bayangkan Untan saja tercatat 11 ribu, belum lagi STKIP, STIE, Muhammadiyah dan sebagainya. Mereka sebagian besar berasal dari luar Pontianak,” tanya Agus Setiadi menggelegar dari pengeras suara yang dipegangnya.

Agus Setiadi adalah mahasiswa Universitas Tanjungpura tingkat akhir asal Kabupaten Pontianak. Ia aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan termasuk pers kampus. Pertanyaan Agus beralasan, sebab hanya karena urusan pilkada tak mungkin semua mahasiswa itu pulang ke daerahnya masing-masing. Apalagi jika dihitung untuk pulang ke daerah membutuhkan uang yang cukup besar untuk ukuran mahasiswa. “Bagi saya yang sejak awal sudah tak terpikir untuk memilih hal ini mungkin tak masalah. Namun bagi teman-teman yang ingin menyalurkan hak politiknya ini tentu saja masalah dan jumlahnya banyak sekali,” lanjut dia.

Ia minta agar KPU Kalbar mengambil kebijakan yang bisa memudahkan bagi para pemilih mahasiswa untuk menyalurkan aspirasinya. Misalnya dengan cara memperbolehkan memilih di kota Pontianak dan dilakukan pendataan kembali.

Sementara Aris Munandar, koresponden Media Indonesia di Pontianak menyarankan agar identitas pemilih dibuat sesimpel mungkin. Selama ini ada tiga kategori yang disyaratkan, yaitu Kartu Pemilih, Surat Pemberitahuan dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). ”Mengapa tidak simpel dengan hanya menggunakan DPT saja. Sebab dengan demikian maka akan menghemat biaya termasuk untuk biaya cetak kartu pemilih dan surat panggilan,” ujarnya.

Nazirin yang mewakili KPU menegaskan, usaha-usaha untuk memudahkan proses pilkada dengan persentase pemilih tinggi sudah dilakukan sejak awal. Namun ada aturan-aturan serta hal-hak teknis yang tak bisa dilanggar. ”Saya pikir memilih dan dipilih adalah hak, namun salah jika ada yang mempengaruhi untuk tak menggunakan hak pilihnya,” papar mantan aktivis KIPP-Pamali Kalbar.

Edi Petebang lebih menyoroti kerawanan dan kemungkinan konflik saat pemilihan nanti. Apalagi konflik yang sering terjadi di Kalbar terjadi karena hal-hal sepele namun tak terselesaikan. Disarankan mantan Pimpinan Redaksi majalah Kalimantan Review ini agar aparat tegas menyikapi jika ada pelanggaran. Sejumlah titik rawan perlu dijaga aparat keamanan.

”Gunung Seha di Kabupaten Landak saya pikir rawan. Mungkin bisa disiagakan sniper, sebab orang lintangkan saja pohon kayu atau orang gali tanah maka jalur ke timur akan putus,” ujar dia.

Ia menduga potensi konflik itu tetap ada. Namun jika semua pihak siap, termasuk tim kampanye dan calon gubernur atau wakil gubernur maka semua bisa diatasi. ”Waktu saya di Ketapang ada calon gubernur yang bilang, kalau menang kita rusuh,” lanjut dia.

Diskusi di lantai tiga tersebut ditutup pukul 13. Sebagai panitia Borneo Tribune bekerja sama dengan KPU Kalbar, Polda Kalbar, Forum Mediasi dan Universitas Tanjungpura.

”Diskusi cerdas,” kata Agus Setiadi saat berpapasan dengan saya di tangga rektorat.

Sayang meskipun semua media sudah diundang untuk hadir namun hanya segelintir wartawan saja yang hadir. Diantaranya LKBN Antara, Radio Mujahidin, Ruai TV dan Media Indonesia. Padahal jika hadir pasti sangat bermanfaat, setidaknya untuk memerahkan kuping. Sebab cukup banyak pertanyaan cerdas serta kritik pedas dari peserta. Mulai peran media massa dalam kampanye, iklan yang bentuknya sama seperti berita, judul yang bombastis dan sebagainya.□

Sunday, November 11, 2007 |

2 komentar:

Il Squalo 16 said...

dulu waktu pemilu 2004 pemilu pertama gw nyoblos di bandung, pas yang kedua gw di pontianak ga bisa... gw heran, di kampung orang gw bisa nyoblos, eh di kampung sendiri malah ga bisa... kacau!!! eh OOT ya... sori. Salam kenal bang.

Anonymous said...

Thanks for an explanation.

Kategori

Powered By Blogger

Total Pageviews