Minggu kemarin rasanya menjadi hari-hari yang cukup berat. Dari delapan redaktur dua diantaranya, Nur Iskandar (Pimred) dan Tanto Yakobus berangkat ke kawasan timur untuk urusan pengembangan biro Borneo Tribune. Sementara Safitri Rayuni, masih di Australia pelatihan jurnalistik ekonomi. Jadi tinggal lah aku, A.A. Mering, Muhlis Suhaeri, Yusriadi dan Kabag Iklan, Hairul Mikrad yang mengelola koran.
Sementara wartawan juga berkurang karena harus menjadi kepala biro. Dari 10 wartawan empat menjadi kepala biro. Endang Kusmiyadi di Sintang, Arthur Oktavianus di Landak, Herkulanus Agus di Sanggau dan Yulan Mirza di Kapuas Hulu. Sementara beberapa bulan sebelumnya Mujidi di Kota Singkawang dan Johan Wahyudi di Mempawah, Kabupaten Pontianak.
Alhasil tinggal tujuh wartawan dan empat redaktur yang harus mengelola 24 halaman. Para wartawan itu adalah Hanoto (teknologi), Maningsih (pendidikan menggantikan pos Herkulanus Agus), Maulisa (Filantropi dan Ekonomi menggantikan Endang K), Agus Wahyuni (Humaniora/Kriminal menggantikan Yulan Mirza), Budi Rahman (Politik/Pemerintahan), Andre (Politik/Pemerintahan) serta Aulia Marti (Politik/Pemerintahan/Kota).
Uh....berat juga mengelola 24 halaman. Belum lagi dengan jumlah wartawan yang masih minim. Sementara penerimaan belum bisa diseleksi dan ditest masih menumpuk di meja pak Nuris.
Di sela-sela rutinitas keredaksian tersebut kami juga masih ada sejumlah pekerjaan ’sampingan’ yang harus dilakukan yaitu ’mengajar’ jurnalistik di sekolah-sekolah. Misalnya selama dua hari, 25-26 aku dan Mering memberikan materi di SMA Boedi Oetomo Jalan Paris 2. Minggu sebelumnya tim kami mengunjungi di SMA dan SMK Immanuel, SMA St Paulus dan SMA Islamiyah.
Tujuan kami yang tergabung dalam Tribune Institute – sebuah lembaga otonom di Borneo Tribune – untuk memperkenalkan dunia jurnalistik lebih dini kepada masyarakat. Harapannya, tidak lagi ada salah tafsir terhadap profesi ini.
Kembali ke rutinitas keredaksian, dalam situasi ini tentu saja kami semua pontang-panting. Tapi mau apa lagi, sebab ini lah komitmen kami dari awal. Memberikan pelayanan terbaik kepada pembaca Borneo Tribune, meskipun itu mungkin belum maksimal kami lakukan. Namun waktu lah yang akan menjawabnya.
Ah...jika diingat cukup melelahkan. Namun ada keasikan yang tak bisa dilukiskan dan tidak setiap saat bisa merasakannya.
Kini, kami sudah berkumpul kembali dengan kekuatan penuh. Masing-masing dengan tugas, rutinitas dan desk-nya masing-masing. Pak Hairul Mikrad bahkan sudah full time di marketing. Bagian ini lah yang mencarikan kami semua amunisi. Bisa dibayangkan, meskipun kami memiliki produk redaksi yang bagus misalnya namun tanpa didukung marketing yang bagus juga maka akan sia-sia. Appreciated untuk bung Dek!
Sejumlah kisah manis juga terjadi minggu ini. Buku Jejak Pemuda Emas, hasil karya Yaser Syaifudin dan kawan-kawan yang didukung salah satunya oleh Borneo Tribune tadi malam juga dilaunching. Kegiatan yang digelar di Pontianak Convention Centre dirangkaikan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda. Setelah ini sejumlah PR dan rencana telah menanti kami. Tentu saja kami senang melaksanakannya.
Ah...minggu yang terlalu manis jika dilupakan begitu saja...Meskipun kemarin sore tagihan dari Bank Bukopin dengan sederet angka diantarkan ke rumahku. Isinya apa lagi kalau bukan segera membayar tunggakan kredit rumah. ”Tuhan, semuanya kuserahkan kepada-Mu. Terjadilah seturut kehendak-Mu.”□
Ah…Minggu yang Melelahkan Sudah Lewat
di 12:41 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment