Oleh: Stefanus Akim
Kehadiran weblog (blog) menjadi sebuah fenomena baru dalam citizen journalism atau jurnalisme orang biasa. Kehadiran blog memberikan ruang yang besar untuk mereka berkarya. Blog telah menjadi tempat bagi jurnalisme warga untuk memublikasikan apa yang dilihat, didengar, diraba dan dirasa.
Apalagi tak ada lagi sensor dalam tulisan-tulisan, video atau gambar di blog. Apakah ini demokrasi sesungguhnya dalam dunia kepenulisan? Kehadiran blog menjadi semacam angin segar bagi citizen journalism. Ada informasi-informasi yang tak dapat atau belum kita dapatkan di media resmi baik cetak maupun elektronik dapat kita dapatkan di blog.
Informasi yang tak ‘layak’ muat di media massa bisa ditemukan di blog. Misalnya saja kisah-kisah orang biasa yang enak dibaca, namun kemungkinan ditolak karena tak sesuai dengan pangsa pasar akan dengan mudah ditemukan.
Blog telah berkembang begitu pesat. Mulai dari catatan-catatan harian, hingga tulisan serius sesuai dengan profesi masing-masing pun ada. Banyak para jurnalis, dokter, dosen, pengusaha, praktisi IT dan sebagainya yang memiliki blog. Mereka berbagi ilmu lewat media yang kini sedang trend.
Kapan citizen journalism bangkit? Banyak kalangan menilai peristiwa bom yang mengguncang London, Inggris, 7 Juli 2005 lah sebagai tonggaknya. Tragedi yang menewaskan lebih dari 50 orang itu, menginspirasikan Tim Porter untuk menuangkan unek-unek di situs pribadinya, First Draft. Ia berselancar di dunia maya sesaat setelah kejadian mencari informasi lebih lanjut setelah menjemput istrinya yang berada tak jauh dari lokasi kejadian.
Porter dengan cepat menemukan informasi terkini tentang ledakan tersebut dari sebuah situs pribadi. Di sisi lain media konvensional seperti Radio, TV atau situs dot.com bahkan belum menyiarkan berita tersebut. Apalagi koran, butuh satu hari baru dapat dibaca oleh orang banyak.
Jeff Jarvis dan Steve Yelvington lah, dua warga yang berada paling dekat dengan pusat ledakan. Keduanya mengirimkan hasil rekaman video kepanikan orang di dalam stasiun kereta api bawah tanah ke situs pribadi. Gambar tersebut hasil shootingan Adam Stacey, seorang penumpang dengan kamera handphonenya. Beberapa menit kemudian, gambar tersebut telah disiarkan televisi BBC.
Kejadian ini membuktikan semua orang bisa menjadi wartawan. Setiap orang bisa menyiarkan berita dengan cepat dan akurasi yang terukur. Blog adalah tempat paling gampang untuk menyiarkan hasil karya para citizen journalism.
Pepih Nugraha di Harian Kompas menulis, tahun 1991 saat George Holliday, warga perumahan Lake View Terrace tengah mencoba handycam barunya, matanya tertumbuk pada satu adegan. Empat polisi kulit putih Los Angeles tertangkap kamera menyiksa seorang pengendara sepeda motor kulit hitam. Polisi menganggap korban, yang kemudian diketahui bernama Rodney G King itu, memacu kendaraannya di luar ketentuan.
Di Aceh, seorang penduduk merekam terjangan tsunami dan Metro TV, menayangkannya berulangkali. Saat pesawat Lion Air tergelincir di Bandara Juanda, Surabaya, 4 Maret 2006, Kompas memuat foto utama yang dibuat seorang penumpangnya, Sidik Nurbudi. “Ia memotret penumpang lainnya yang berhamburan panik ke luar pesawat. Bandara yang dijaga ketat aparat keamanan mustahil dapat diakses warga sipil, termasuk wartawan,” tulis Pepih.
Terbongkarnya penyiksaan di STPD yang ditayangan eksklusif oleh SCTV pada Minggu 21 September 2003 juga karena hasil rekaman video yang diambil warga biasa (bukan wartawan). Kejadian ini dipicu dengan tewasnya salah seorang praja STPD, Wahyu Hidayat. Terjangan, tendangan para senior kepada para junior bisa ’dinikmati’ karena rekaman tersebut. SCTV kemudian menayangkannya berkali-kali, akibatnya pemerintah mengambil kebijakan dengan merubah pola pendidikan dan status STPDN Jatinagor menjadi IPDN. Meskipun kita tahu kejadian tersebut berulang kembali pada 3 April 2007 dengan tewasnya Cliff Muntu.
Citizen Journalism yang lebih ‘terencana’ mungkin apa yang dilakukan Radio Elshinta Jakarta. Radio yang siaran di frekuensi 90,00 FM ini memberikan kesempatan kepada warga sekitar kejadian untuk melaporkan apa yang dilihat.
Kehadiran blog sebagai penyedia situs dan beberapa diantaranya gratis bisa jadi akan menjadi ancaman bagi pengelola media massa.
Sebuah buku berjudul We the Media: Grassroots Journalism by the People for the People (2006) yang ditulis Gillmor mengingatkan, kehadiran teknologi internet memungkinkan orang membuat situs pribadi atau mailing list untuk menyiarkan berita dengan cepat.
Dalam citizen journalism, siapa pun dapat membuat, menyebarkan, bahkan menjadi narasumber, sekaligus mengonsumsi berita. Baik dalam bentuk foto, suara tulisan, maupun gambar bergerak. San Jose Mercury News, adalah salah yang mempromosikan jurnalisme warga ini dalam blog pribadinya, Bayosphere.
Kapan blog pertama kali diperkenalkan? Enda Nasution di situsnya GoblogMedia menulis blog pertama kemungkinan besar adalah halaman What’s New pada browser Mosaic yang dibuat oleh Marc Andersen pada tahun 1993. Sebab Mosaic adalah browser pertama sebelum adanya Internet Explorer bahkan sebelum Nestcape. Kemudian pada Januari 1994 Justin Hall memulai website pribadinya Justin’s Home Page yang kemudian berubah menjadi Links from the Underground yang mungkin dapat disebut sebagai Blog pertama seperti yang kita kenal sekarang.
Agustus 1999 sebuah perusahaan Silicon Valley bernama Pyra Lab meluncurkan layanan Blogger.com yang memungkinkan siapapun dapat menciptakan Blog-nya sendiri secara online dan gratis.
Mewabahnya blog menjadi kebangkitan demokrasi paling liberal di dunia maya. Bahkan ia membuat para pengambil kebijakan tak nyenyak tidur dan enak makan. Ini misalnya dialami Menteri Pariwisata Malaysia Datuk Seri Tengku Adnan Tengku Mansor. Ia mencak-mencak, karena artikel Nila Tanzil, wartawati SCTV.
Artikel berjudul “Malaysia Tourism Board, Disappointing” yang dipublikasikan di maverickid.blogspot.com tersebut mengungkapkan kinerja Dewan Pariwisata Malaysia yang menghambat kerja profesionalnya sebagai jurnalis.
Tulisan itu menceritakan bagaimana Dewan Pariwisata Malaysia mengundang 190 wartawan dari seluruh dunia untuk menyaksikan pembukaan Festival Floral 2007. Festival ini bagian program kampanye “Kunjungi Malaysia 2007.”
“Kami sama sekali tidak boleh mengambil gambar apapun. Sebagai jurnalis TV, apa artinya keberadaan kami di sana jika tidak boleh merekam gambar apapun?” tulisannya.
Artikel itu kemudian dikutip The Star, harian bahasa Inggris terkemuka di Malaysia. Hal ini lah yang membuat kuping Menteri Pariwisata Malaysia merah dan ia mencak-mencak. Ia mencela para peblog sebagai ‘pembohong’ sebagai bentuk pembelaan diri. Namun akhirnya ia meralat statemennya karena muncul protes dari sejumlah aktivis di negaranya sendiri.
Kehadiran blog menjadi surga bagi para penulis, cerpenis, novelis, fotografer dan profesi apa saja bahkan warga biasa. Orang tak perlu lagi sibuk-sibuk memikirkan akan dipublikasikan dimana karyanya. Sebab sudah ada media gratis yang sangat memudahkan dan bisa menampung apa saja.
Di Indonesia, citizen journalism diperkirakan berkembang sejak tahun 2005. Salah satu yang memeloporinya situs www.panyingkul.com yang dikelola Lily. Kemudian ada pula www.wikimu.com, www.sumbawanews.com, www.halamansatu.ne, dan www.kabarindonesia.com. Sebutan lain untuk citizen journalism adalah participatory journalism atau grassroot journalism.
Di Pontianak sendiri blog mulai berkembang. Bahkan sejak tahun 2004 pun sudah ada. Kita tunggu saja kebangkitan citizen journalism di tanah Borneo. Apakah ini juga akan berpengaruh dengan media yang sudah mapan? Tentu saja ia, jika media yang ada tidak merubah format. Berita yang disajikan membosankan, kalah cepat, asal-asalan dan tak akurat. Namun jika media merubah diri dan membuat terobosan-terobosan maka citizen journalism dengan blog sebagai salah satu medianya akan saling melengkapi dan saling mendukung. □
*Edisi Cetak Borneo Tribune 23 september 2007
Blog dan Fenomena Citizen Journalism
di 7:00 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment