Kapuas Besar, Masih Seperti Dulu
Bukan apa-apa, saat ini moda tranportasi darat menggunakan sepeda motor lebih mudah dan jamak dilakukan saat akan pulang kampung.
Dulu, sekitar awal tahun 1980-an saat saya masih SD atau awal tahun 1990-an, saat saya masih SMA, saya sering bolak-balik di kawasan Kapuas Besar. Mulai Parit Besar, Parit Pekong, Toko Buku Menara, Studio Foto Puncak dan Studio Foto Roy.
Kala itu, kawasan Kapuas Besar bisa dikatakan sebagai megamal-nya orang dari hulu Sungai Landak, Sungai Kapuas, serta beberapa anak sungai; Sambih, Kubu Padi, dan Retok.
Semua kebutuhan ada di pasar rakyat tersebut. Mulai sembako, pakaian, peralatan nelayan dan petani, dan sebagainya.
Untuk kawasan yang agak elite, biasanya orang-orang berbelanja di Khatulistiwa Plaza atau lumrah disebut KP. Di sini, lebih bersih dan tentu saja tidak becek seperti pasar tengah.
Kini, KP terus menata diri, di antaranya menjadi pusat penjualan ponsel di Pontianak. Hanya saja, Kapuas Besar masih seperti dulu. Tak ada penataan yang berarti, Pasar Tengah masih seperti 20 tahun silam, masih becek dan kumuh.
Dulu ketika ikut orangtua, saya sering menggerutu jika masuk di pasar ini karena becek. Kini, saya juga menggerutu, namun hanya dalam hati. Ternyata setelah menjadi orangtua, ada persepsi yang berbeda. Mau bagaimana lagi, berbagai kebutuhan ada di sini dan lebih murah tentunya.
Hm...kapan ya kawasan Kapuas Besar, dibenahi?
--------------------------------------------------
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Hujan dan Angin Ribut di Jl Gajahmada
ANGIN ribut dan hujan lebat terjadi di Pontianak pada 28 Agustus 2010. Kurang lebih sepekan peristiwa serupa terjadi, di antaranya membuat pohon tumbang, papan reklame tumbang.
Video ini diambil menggunakan BlackBerry®.
--------------------------------------------------
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Menaklukkan Ikan Patin
Ketika pancing dilemparkan ke kolam, tak berapa lama satu hentakan terasa. Di sinilah sensasinya. Meski ukuran ikannya tak lebih dari 1 Kg, namun terikannya cukup terasa.
Saat "bertarung" dengan ikan patin, semua uraf syarat terasa kendor. Hemmm, satu cara mengisi hiburan yang cukup mengasyikkan. *
--------------------------------------------------
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Kelenteng di Perempatan Sriwijaya
Parit Sriwijaya dulunya menjadi tempat pegungsian korban konflik sosial antara Dayak-Tionghoa tahun 1967 saat isu PGRS-Paraku sedang hangat-hangatnya.
Tjupak (Baca: Cupak) Kepala Desa Ampaning (Kini melebur menjadi Desa Sungai Enau) adalah kepala desa pertama di Ampaning. Tjupak lah yang memelopori dan menyediakan tempat bagi pengungsi Tionghoa untuk mendiami Parit Sriwijaya.
Kawasan ini oleh warga Dayak setempat disebut sebagai Pak Perak. Kini, Parit Sriwijaya dihuni beragam etnis, mulai Tionghoa pengungsi yang sudah beranak-pinak, Melayu, Dayak, serta Madura. Pembauran etnis yang terjadi secara alamiat tak pernah menimbulkan gesekan.
Aku berkesempatan mengunjungi tempat ini, Sabtu pekan lalu. Kunjungan yang bukan khusus, hanya lewat saja karena kampungku berada di ujung kawasan itu. *
--------------------------------------------------
Best Regards,
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Kerja Sambil Ngasuh
Gagas - putraku - suka sekali main game online. Untungnya dia masih tak terlalu berani main game online sendiri karena jaraknya lumayan jauh dari rumah. Selain itu harus menyeberang jalan raya yang cukup padat. Jadi dia harus terus ditemani sekaligus diawasi.
Nah, satu bagian pekerjaanku adalah meng-upload berita online. Karena aku butuh jaringan internet maka klop dengan Gagas yang ingin main game online.
Satu unit telkomsel flash di rumah ternyata tak cukup karena semua membutuhkan. Jadilah hari-hari kami berdua, sejak pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 menyambagi warnet atau cafe-cafe yang ada hotspot.
Untungnya, di sekitar kompleks cukup banyak warnet dan cafe online. Kini, hari-hariku diisi dengan bekerja sambil ngasuh. Lumayanlah, sambil menyelam minum air.
Hem, ternyata pekerjaan kayak gini asyik juga. *
--------------------------------------------------
Best Regards,
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
http://tribunpontianak.co.id
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Piring Antik Sahidin
SIANG ini saya didatangi seorang laki-laki tua sekitar 65 tahun. Ia mengaku bernama Sahidin, berasal dari pedalaman Darit, Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak.
Kedatangan Sahidin menawarkan piring antik, bergambar burung. Harganya tak terlalu mahal, namun aku juga bukan orang yang terlalu 'fanatik' dengan barang-barang antik.
Sahidin mengaku sudah lama melakoni kegiatan ini. Ia menyebutkan sejumlah nama tokoh Dayak yang tinggal di Pontianak mengoleksi barang antik yang ia jual. Kebetulan di antaranya aku kenal.
Sahidin juga mengaku ada beberapa orang bule menjadi pembeli barang antiknya.
Satu sisi, mungkin pekerjaan ini dibutuhkan Sahidin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di sisi lain, saya juga miris, sebab banyak barang-barang antik yang punya nilai sejarah hilang atau dikoleksi orang luar.
Sebelum pulang, Sahidin berujar, "Kalau mau cari barang antik cari saja saya, orang biasa memanggil saya Pak Udak," katanya sambil menyebut satu di antara tokoh Dayak tempat biasa ia mangkal.*
--------------------------------------------------
Best Regards,
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
http://tribunpontianak.co.id
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
--------------------------------------------------
Perempatan Jl Tanjungpura Macet
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Seolah-olah Rayakan Ultah Ke-57
Best Regards,
@Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
---------------------------------------------------
Surat Cinta untuk Lingkungan
BAGI remaja generasi tahun 1980-an bahkan awal 1990-an berkirim surat mungkin hal biasa. Menulis surat untuk pacar, orangtua, surat izin di sekolah, bahkan untuk artis-artis.
Saya jadi ingat saat sekolah di Nyarumkop, Singkawang dan tinggal di Asrama yang dikelola para biarawan kapusin. Setiap akhir bulan saya akrab berkirim surat ke orangtua di kampung.
Isinya mulai dari keluh-kesah hingga kabar di asrama saat ini. Di paragraf terakhir - ini sebenarnya poin pentingnya - apa lagi kalau bukan minta uang dengan orangtua. "Kalau bisa jangan lambat-lambat, sebab ananda kehabisan uang," itu kalimat pamungkasnya.
Biaya kirim surat saat itu Rp 300 untuk biasa dan Rp 700 untuk kilat. Murah bukan? Ya wajar saja nilai tukar dollar saja berkisar Rp 2.500 untuk satu 1 $. Perbandingannya harga bakwan Rp 50 perak dan harga mi instant Rp 150.
Saat itu mengirim dan terima duit bukan seperti sekarang. Kalau sekarang sangat masif menggunakan bank, kalau dulu uang dikirim via wesel (saya tak yakin tulisannya benar, sebab peristiwanya tahun 1993-1996). Wesel ini produk PT Pos, selain menerima pengiriman surat, paket, juga uang.
Cara lain orangtua biasanya kirim lewat pastor paroki saya di Paroki St Fidelis Sungai Ambawang-Kubu. Alamat paroki ini di Gereja Gembala Baik, Jl Sultan Muhammad, tepatnya dekat Pelabuhan Senghie.
Kembali ke soal surat-menyurat, pekan ini saya diminta seorang teman menjadi editor satu buku. Temanya Surat Cinta untuk Lingkungan. Isinya surat-surat yang ditulis sejumlah pelajar dan mahasiswa terhadap lingkungan.
Well, saat ditawari saya langsung setuju. Sebab, ini mengingatkan saya pada masa-masa masih suka berkirim surat. Surat untuk ortu, guru, terlebih surat cinta. Wak kak kak kak.
Okelah. Meski tak diberi deadline tegas namun saya ingin kerjaan ini cepat selesai. Untuk mencari inspirasi dan ingin sendiri saya mojok di satu warung kopi di kawasan Jl Gajahmada. Saya memikirkan bab demi bab, menyusun outline dan memilah tulisan.
Tiba-tiba saya ingin menulis lagi blog. Dan, jadilah tulisan ini. Tulisan ini saya buat di satu pojok warung kopi di Jl Gajahmada. Sambil memperhatikan bibi-bibi berjualan sayur, kuli pasar mengangkut barang dagangan, dan sopir serta kernetnya mengangkat barang ke mobil pikap.
Tulisan ini pun saya posting dari warung kopi. Dan, waduh saya baru sadar. Saya harus segera ke kantor. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIB. Sudah saatnya berkomunikasi dengan teman-teman reporter di lapangan. *
---------------------------------------------------
Best Regards,
@Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
---------------------------------------------------
Milis Sepi Selama Pertandingan Perdana
Ini benar-benar luar biasa. Selama pertandingan perdana World Cup 2010 antara tuan rumah Africa Selatan dan Meksiko, tadi malam, Jumat (11/6) sekitar pukul 21.00 WIB milis tempat saya bergabung sepi.
Tak ada aktivitas. Bahkan sekadar menyapa dan posting komentar pendek dimilis. Bukan hanya milis yang saya ikuti yang sepi, milis yang aku moderatori pun juga sepi.
Hingga pukul 21. 45, tak satupun email yang masuk dari sekitar 15 milis yang aku ikuti. Sepanjang aku ikut milis, baru kali inilah kejadian seperti ini terjadi. BlackBerry ku yang bisanya crang cring crang cring, kini benar-benar jadi 'anak baik'.
Karena langka itulah, maka saya coba abadikan di blog ini. Ini kejadian empat tahunan sekali kawan. Jadi, selamat menikmati olahraga paling menyedot perhatian publik dunia.*
-----------------------------------
Stefanus Akim
http://stefanusakim.blogspot.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
-----------------------------------
Ngeblog Cukup Pakai Telunjuk
Akhir-akhir ini gairah aku nulis di blog kembali muncul. Alasan karena rutinitas, sibuk, dan tak ada waktu coba aku buang jauh-jauh. Toh tulisan di blog ini nggak serius-serius amat.
Untuk itu aku melakukan sejumlah perbaikan. Tampilannya coba saya tata kembali. Termasuk membuat versi mobile, sehingga mudah diakses via ponsel, BlackBerry, atau iPhone.
Jika menggunakan satu dari ketiga alat komunikasi di atas, Anda cukup klik di mobile, Wushh...Anda bisa mengunjungi blog ini dengan leluasa, meski aku akui banyak fitur dan gambar serta link yang tak bisa diakses.
Nah, pada posting kali ini aku sebenarnya mau berbagi lagi tentang upaya meningkatkan kinerja blog ini - itu bahasa kerennya - yang sebenarnya adalah cara posting di blog pakai email. Cara ini sebenarnya sudah kuno, namun tetap asyik untuk diulas.
Aku tak ingin membahas tutorial bagaimana memposting blog via email itu. Anda tinggal browsing, sudah banyak petunjuk yang didapatkan. Satu di antaranya ada bisa kunjungi di blog di sini. Nah sebagai bukti ngeblong bisa hanya lewat email, maka postingan kali ini sengaja aku publish menggunakan email. Aku menyebutnya ngeblong pakai telunjuk. Sebab, begitu mudah posting dengan cara ini. Selamat mencoba dan berkreativitas. *
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Akses Blog Ini di Ponsel Anda
SEJAK sepekan lalu saya mencoba melakukan sedikit inovasi terhadap blog ini. Jika selama ini biasanya diakses lewat browser melalui personal computer (PC) atau notebook. Kini, blog ini juga bisa dikunjungi melalui telepon seluler (Ponsel).
Jika Anda menggunakan ponsel atau BlackBerry, maka situs ini bisa Anda kunjungi tidak berat. Anda cukup mengetik http://stefanusakim.mofuse.mobi, maka Anda sudah bisa membaca blog ini dengan leluasa.
Meski belum sempurna, namun cukup memadai jika dikunjungi dengan perangkat mobile. Situs ini adapted dengan hampir semua perangkat mobile. Mulai BlackBerry, nokia, iPhone, atau ponsel android seperti XPeria.
Sayang, alamat situsnya masih rada-rada susah diingat, http://stefanusakim.mofuse.mobi. Namun mau apalagi, sebab situs inilah satu di antara yang gratis untuk perangkat mobile. Kalau mau lebih singkat tanpa embel-embel mofuse.mobi,maka saya harus bayar.
Well, bukan tak mau bayar, namun ini tahap uji coba. Selain itu blog saya ini juga gratisan dan bukan untuk tujuan komersil. Apalagi beberapa bulan lalu iklan adsense saya di-banded Om Geoogle, jadi mau apa lagi, saya otomatis tak punya penghasilan dari blog ini. Hehehehe. ***
Dayak Djongkang
Satu buku karya R Masri Sareb Putra, seorang penulis dan Dosen Universitas Multimedia Nusantara, kelahiran Jangkang, Kabupaten Sanggau.
Buku yang berjudul, "Dayak Djongkang - From Headhunter to Catholics". Adalah satu buku dengan pendekatan semiotika. Mengupas tentang siapa masyarakat Dayak Jangkang. Bagaimana perubahan sistem religi, dari kepercayaan lama menjadi Katolik.
Gambaran orang Dayak bertelinga panjang berjuntai anting, bercawat, bersongket, makan sirih, tinggal di rumah panjang, pemburu kepala manusia (headhunter); hanyalah kenangan masa lalu. Labeling sebagai suku bangsa primitif dan sejumlah streotype miring lain tinggal kenangan.
Kini, seiring modernisasi dan pembangunan, etnis Dayak masuk dalam peradaban baru. Tua muda, lelaki perempuan, anak-anak hingga dewasa; semua berperilaku dan ber-modus vivendi seperti layaknya manusia modern. Telepon seluler, antena parabola, kulkas, televisi berwarna sudah jadi hal yang biasa bagi mereka. Pendeknya, teknologi canggih dan informasi terkini dari penjuru dunia sudah merasuk, bahkan memengaruhi, peradaban dan cara hidup mereka.
Buku ini juga dilengkapi sejumlah foto-foto tempo doeloe zaman kolonial yang dikirimkan langsung oleh Herman Josef van Hulten, seorang misionaris Belanda. Ia menginjakkan kakinya di Borneo tahun 1938. Ia pula yang menulis sejumlah buku tentang Dayak dan penyebaran agama Katolik di Kalbar. *
CATATAN:
Saya diminta rekan R Masri Sareb Putra untuk membantu memasarkan buku ini terutama di Pontianak dan sekitarnya.
Anda berminat?
Pemesanan dapat melalui: Stefanus Akim
Harga Rp 75 ribu/eks.
Ponsel: 0812 5775 765
Buruan! Stok Terbatas...