Wajah Alicia sumringah, di tangannya tampak beberapa uang pecahan Rp 1.000 dan Rp 2.000. Ada juga selembar 'amplop, angpau warna hijau.
Temannya, Adelia, juga sama, membawa beberapa lembar uang dan amplop angpau. "Dari tetangga, Pak. Dikasih angpau," Alicia bersemangat.
Idul Fitri kali ini memang sangat spesial bagi Alicia dan teman-temannya. Ia yang datang di rumah tetangga kebagian juga angpau.
Angpau sebenarnya istilah Tionghoa yang artinya berbagi rejeki pada saat Imlek. Mereka yang tua memberikan uang kepada yang lebih muda. Uang tersebut dimasukkan dalam amplop merah.
Istilah angpau kini populer di Pontianak, sebagai istilah pemberian saat hari raya. Angpau tak lagi saat Imlek. Saat Idul Fitri dan Natal pun orang menyebutkan pemberian uang kepada anak kecil dengan istilah sama, angpau.
Dulu anak-anak di Pontianak menyebut pemberian saat Idul Fitri dengan sebutan 'nanggok', kini istilahnya menjadi naggok angpau. Apapun namanya menjadi tak penting. Maknanya ini pemberian dari orangtua kepada anak-anak sebagai lambang persaudaraan dan kekeluargaan.
Anak-anak jadi senang berkunjung di rumah tetangga. Silaturahmi terjadi dan mereka semakin saling kenal.
Nah, natal tak lama lagi, saya juga mesti menyiapkan angpau untuk anak-anak itu. Bingkisannya tak perlu mewah dan rumit. Cukup permen, snack, dan beberapa lembar uang seribuan mereka pasti senang. Melihat anak-anak itu senang kita orangtua tentu turut senang.*
Alicia Nanggok Angpau
Sepenggal Doa untuk Ultah Gagas
Putra kami, Castilo Gagas Panamuan, besok merayakan ulang tahunnya yang ketujuh. Sebagai bentuk cinta dan harapan, saya membuatkan doa buat dia. Doa ini aku sadur dari doa untuk anak di buku Puji Syukur serta aku tambahi dan kurangi di beberapa bagian.
Doa ini kemudian aku print, masukkan ke amplop dan besok pagi sebelum ia berangkat sekolah akan aku serahkan ke Lilo.
Selamat ulang tahun Lilo, semoga apa yang kau cita-citakan dikabulkan Tuhan.
Atas nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, Amin
Tuhan Yesus Kristus,
Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih atas kesehatan, kesejahteraan, kebersamaan dan semua rezeki yang telah Engkau berikan selama ini. Terlebih hari ini anak kami, Castilo Gagas Panamuan, merayakan ulang tahun yang ketujuh. Kiranya Engkau berkati dia, dan berikan kesuksesan sehingga apa yang ia cita-citakan dapat terwujud.
Kami berdoa agar Lilo selalu menghormati orangtua, saudara, guru, kakek dan nenek, teman, om dan tante, serta kakak. Tuhan Yesus, bimbing dia agar selalu berprestasi di sekolah dan menjadi anak yang baik. Berikan dia pemahaman atas kasih dan perdamaian. Bimbing dia agar bisa mencintai sesama seperti ia mencintai Dikau. Semoga dimanapun ia berada, bisa membawa kedamaian dan suasana persahabatan.
Ya Tuhan yang mahakuasa, Engkau telah menciptakan Castilo Gagas Panamuan menurut gambar dan citra-Mu sendiri. Terima kasih atas martabat luhur yang Kau berikan kepada dia serta kakaknya Alicia Gita Bamula, dan terima kasih bahwa kami boleh menjadi alat-Mu untuk mengasuh mereka kepada kebijaksanaan-Mu. Jagalah mereka agar semakin menyerupai Engkau, yang semakin besar semakin bertambah pula hikmat-Nya, semakin berkenan pada-Mu dan pada sesama.
Tuntunlah mereka agar tetap setia pada panggilannya selaku orang Katolik; bantulah mereka menekuni tugas mereka dengan penuh semangat dan tanggung jawab; lindungilah mereka dari segala marabahaya. Terangilah mereka dalam memilih jalan hidup yang selaras dengan kehendak-Mu.
Semoga mereka setia kepada jalan hidup yang telah mereka pilih, dan dapat menjadikan panggilannya sebagai sarana pengabdian kepada masyarakat, kepada jemaat, dan kepada-Mu sendiri. Bila mereka mengalami kesulitan, sudilah Engkau selalu mandampingi, jangan sampai mereka lemah semangat apa lagi putus asa.
Kami mohon berkat-Mu bagi anak-anak yang terpaksa berpisah dari orangtua, lalu mengikuti orangtua asuh; semoga dalam keluarga baru ini pun mereka mendapatkan kasih yang mereka perlukan. Kami berdoa pula bagi anak-anak yang karena berbagai sebab tidak memperoleh bimbingan selayaknya. Peliharalah mereka, dan bantulah kami agar dapat turut serta mendampingi mereka menyiapkan masa depan.
Terlebih lagi kami berdoa bagi anak-anak yang terlantar dan gagal. Sudilah Engkau membangkitkan kasih dalam setiap orang untuk membantu mereka membina masa depan yang penuh harapan.
Permohonan ini kami serahkan kepada kebijaksanaan-Mu, Bapa, sebab Engkaulah Bapa sekalian anak, demi Kristus, Tuhan kami.
Amin.
Pontianak, Jumat 31 Juli 2009
Doa ini dari Bapak Stefanus Akim & Mama Benedicta untuk Castilo Gagas Panamuan yang berulang tahun serta kakak Alicia Gita Bamula yang turut berbahagia.
Melawan dengan Talenan
Sekilas judul di atas nyaris sama dengan sebuah judul buku yang ditulis Sobron Aidit dan Budi Kurniawan, “Melawan dengan Restoran”. Keduanya sama-sama bicara soal makanan.
Jika restoran tempat yang menjual makanan, maka talenan atau alas untuk memotong sayur dan daging, bagian kecil dari restoran itu. Posisinya berada di bagian belakang. Namun di restoran-restoran Tionghoa yang umumnya menyajikan makanan hangat dan bisa kita intip cara memasaknya, talenan biasanya berada di bagian depan.
Sekali lagi, Melawan dengan Restoran sangat berbeda dengan Melawan dengan Talenan. Jika yang pertama locus delicti atau tempat kejadian perkaranya di negara Presiden Nicolas Sarkozy – Italia – Sedangkan yang
Melawan dengan Restoran adalah sebuah buku yang menceritakan bagimana Sobron Aidit bersama teman-temannya antara lain Umar Said, JJ Kusni, Budiman Sudharsono, dan teman-temannya “bertahan untuk hidup” di Paris dengan membuat Restoran Indonesia pada Desember 1982.
Sobron Adit adalah adik kandung Dipa Nusantara Aidit, tokoh PKI. Sedangkan JJ Kusni adalah penulis dan penyair yang lahir di Kasongan, Kalimantan Tengah 25 September 1940. Penulis Dayak ini sering menggunakan nama pena Magusig O Bungai.
Sementara Umar Said lahir di Desa Pakis, Malang, Jawa Timur, pada 26 Oktober 1928. Pada 1950-1953 Umar Said pernah menjadi wartawan di suratkabar Indonesia Raya dan beberapa koran lain.
Dikisahkan dana untuk membuka restoran mereka peroleh dari berbagai sumber, terutama dari sejumlah pendukung di Belanda, dari Gereja Katolik, dan dari uang tunjangan yang mereka terima selama dua tahun dari pemerintah Perancis. Ada juga bantuan dari sejumlah teman orang Perancis yang bersimpati dengan nasib mereka.
Membaca buku ini kita akan melihat bahwa perlawanan tak selalu dengan kekerasan. Perlawanan tak selalu dilakukan dengan pengerahan massa, dan tak selalu dengan angkat senjata.
Terakhir, apapun yang kita baca biasanya selalu ada yang membekas. Bagi sebagian orang yang menyukai politik, pergerakan, dan perlawanan, ini semacam darah segar dan mungkin juga menjadi inspirasi untuk menyusun perlawanan terhadap rezim yang berkuasa.
Namun, bagi istriku sehari setelah membaca buku ini ia mengganti talenan, dari kayu menjadi plastik. Saat kutanya perihal perubahan itu ia berujar, “Di buku itu disebutkan, pemerintah Prancis melarang restoran menggunakan talenan kayu, harus pakai plastik. Alasannya di bahan kayu bakteri sulit dibersihkan dan bakteri mudah berkembang biak beda dengan plastik.”
Bertemu Teman Lama
Beberapa pekan terakhir aku bertemu teman-teman dan kenalan lama. Memang hari-hari terakhir, pekerjaan rasanya tak terlalu menyita waktu. Masih ada sedikit ruang di kepala untuk memikirkan hal lain. Masih bisa belanja jawawut untuk makanan burung di Pasar Tengah.
Sabtu pagi, (6/6/2009), aku masih bisa melihat-lihat anakan ikan koi, ikan mas, mas koki, marmur, dan kura-kura di Pasar PSP. Sekalian beli makanan untuk kura-kura Brasil piaraan Gagas, putraku.
Sore Sabtu aku bersama keluarga menikmati segarnya es lidah buaya di Jagung Bakar, Pontianak Utara. Di kawasan ini cukup enak, masih ada nuansa alam dan udara sejuk.
Setelah sekian lama tak pernah keliling Pontianak dan jalan-jalan, pekan-pekan terakhir terasa sangat luar biasa terutama saat hari libur. Wah...Pontianak tempat aku tinggal selama ini eksotis juga ternyata.
Menyinggung teman lama, sebulan lalu aku bertemu dengan Pastor Aleks Pr, teman seangkatanku di Seminari Menengah St Paulus Nyarumkop. Aku bertemu dia dalam sebuah acara di Nyarumkop pula. Pastor Aleks kini dipercaya sebagai pembina asrama Widya, asrama bagi para siswa seminari.
Temanku yang dulu kurus sekarang tampak lebih gemuk dan pakainnya selalu rapi, sama seperti masih SMA dulu. Yang mungkin berubah ia kini tampak menghisap rokok.
Aku dan Pastor Aleks sempat ngobrol meski tak cukup lama. Tentu saja menayakan kondisi masing-masing dan kabar teman-teman yang lain. Oh ia setahuku ada dua angkatan kami yang jadi pastor, yakni Aleks dan Sajimin keduanya menjadi pastor projo.
Aku juga sempat bertemu dengan Pastor Winsellaus Budiono OFM Cap. Dia adik tingkatku. Di Nyarumkop Pastor Winsel, begitu ia dipanggil, dipercaya menjadi pembina bagi siswa Topang, siswa tamatan SMA non seminari yang ingin melanjutkan ke seminari tinggi. Topang semacam tahun persiapan untuk masuk di tingkat postulat di Sanggau bagi Ordo OFM Cap. Lulusan Topang umumnya akan melanjutkan seminari tinggi di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Oh ya kembali ke teman lama, dua minggu lalu aku bertemu Heronimus Hero, teman seangkatan juga di SMA. Kami bertemu di Jagung Bakar, sambil ngobrol banyak hal.
Hero, begitu kami menyebutnya saat di asrama kami percaya menjadi seksi Olahraga. Memang ia memiliki bakat di situ, mulai dari voli, sepak bola, basket, tenis meja dan sebagainya ia kuasai. Aku sendiri oleh teman-teman didaulat menjadi ketua asrama.
Hero yang lahir di Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang itu kini menjadi anggota dewan terpilih di DPRD Ketapang. Ia mendapat dukungan mayoritas di daerah pemilihannya. Bahkan menurut informasi ia mengalahkan politisi-politisi gaek di daerah tersebut.
Teman lain yang juga sempat kutemui adalah Komek. Ia adik kelasku di Nyarumkop. Lulusan Univesitas Sanata Dharma, Yogyakarta ini kini bergabung dalam skuad Credit Union Bahtera yang dipelopori Paulus Florus.
Yah...Semoga saja, masih ada sedikit waktu untuk memikirkan hal lain di luar rutinitas. Memang rutinitas kadang membosankan dan membuat kreatifitas mati. Tapi entahlah, mungkin saja ini alasan untuk mencari pembenaran.
Liburan dan Kampanye Via SMS
Tadi siang sekitar pukul 11.00 WIB, aku menjemput kedua anakku Alicia dan Gagas yang sekolah di SD Bruder Melati.
Tiba di pintu gerbang sekolah yang pagarnya bersebelahan dengan Gereja Katedral St Yosef itu, aku lihat keduanya sedang asik bermain bersama teman-temannya yang juga menunggu jemputan. Melihat aku datang, Gagas yang kadang kami panggil Lilo berlari menghampiri.
“Pak besok aku libur. Sampai hari Senin, jadi lima hari,” katanya.
“O...ya,” kataku singkat.
Tak berapa lama kami bertiga sudah meninggalkan sekolahan yang mulai sepi itu. Melewati jalan AR Hakim antara Stadion PSP yang tahun 2004 berganti nama menjadi Keboen Sajok dan Kerkhof atau kuburan Belanda. Tapi tunggu dulu, di situ ternyata tak hanya orang Belanda yang umumnya misionaris Katolik yang dimakamkan. Terdapat juga sejumlah nama orang Tionghoa. Itu dapat dilihat dari nama, serta ejaannya. Bahkan mungkin lebih banyak orang Tionghoa dimakamkan di lokasi itu. Pagar makam ini bersebelahan dengan biara suster SFIC.
Sekitar 20 menit kami tiba di rumah. Dari obrolan sepanjang perjalanan bersama Alicia dan Gagas aku tahu cukup banyak waktu kami bersam auntuk di rumah. Memang selama ini kesibukan pekerjaan membuat waktu untuk mereka berdua sedikit sekali. Apalagi ibunya juga bekerja.
Liburan pemilihan umum kali ini yang jatuh 9 April serta Tri Hari Suci Umat Katolik akan aku pergunakan sebaik-baiknya untuk mereka.
Memang, hari-hari menjelang pemilihan umum banyak sekali sort message service (SMS) yang masuk ke handphone-ku. Isinya ada menyatakan minta dukungan agar dipilih sebagai anggota dewan, ada yang minta doa restu. Di antaranya ada teman-teman lama juga.*