Usia Bukan Halangan untuk Berkarya

Oleh: Stefanus Akim

DIA, Ellyas Suryani Soren. Usianya kini 63 tahun. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di usianya yang tak muda lagi, ia masih rajin menulis. Beberapa artikelnya sering dimuat di media Kalimantan Barat. ”Menulis saya lakukan sejak tahun 1966,” kata Ellyas saat ditanya kapan ia mulai serius menulis.

Tahun 1966, ia mengawali kariernya sebagai wartawan di Harian Nusa Putera Edisi Kalimantan Barat. Koran tersebut dipimpin oleh Soesani Ais dan H. Bey Acoub. Ia juga menulis untuk Mingguan Alun Kapuas pimpinan almarhum H. Mawardi Rivai.

Sejak saat itu ia terus mengasah kemampuannya menulis. Bahkan Ellyas ditugaskan kantornya untuk mengikuti Penataran Penulisan Ilmiah Populer se Indonesia yang diselenggarakan oleh LIPI dan Pemda Tingkat I Kalimantan Barat pada tahun 1961. Ia juga mengikuti penataran jurnalistik serta pendidikan pelatihan kewartawanan. Bersama almarhum H. Mawardi Rivai ia menjadi anggota Yayasan Penulis 66 Kalimantan Barat.

Setidaknya sudah tujuh buah buku yang ditelurkan oleh penulis yang mendapat gelar kehormatan Dato’ Sri Budaye Astana dari Istana Amantubillah Mempawah ini. Gelar tersebut sebagai penghargaan atas karya-karya dan perhatiannya terhadap Seni dan Budaya di Mempawah.

Karya-karya tersebut antara lain: ”Legenda dan Cerita Rakyat Mempawah’ yang diterbitkan Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pontianak tahun 2002. Ia juga menulis ”Sejarah Mempawah Dalam Cuplikan Tulisan”. Kemudian “Mempawah Tempo Doeloe” dan Antologi Puisi “Lelaki Pulang Kampung” yang merupakan kumpulan puisi karyanya.

Di usianya yang tak muda lagi, Ellyas terus berkarya. Meskipun hanya menggunakan mesin ketik usang bahkan tak jarang dengan coretan-coretan tangan ia terus berkarya. Otaknya tak pernah tumpul untuk terus mempatrikan pemikiran dan pengetahuannya kepada khalayak ramai.

Dalam waktu dekat, ia bahkan akan meluncurkan buku ”Sejarah Sengkubang’. Kampung tempat ia lahir, besar dan berkarya itu telah berusia satu abad lebih yakni 104 tahun. Saat ini buku tersebut sudah disusun dan siap turun cetak yang akan dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun yang ke-104 tahun terbentuknya Desa Sengkubang.

Dia mulai menulis sejarah Desa Sengkubang tersebut tahun 1970 sejak ia menjadi sekretaris Desa. Buku itu dibuat berdasarkan referensi pengumpulan dokumentasi dari mantan para Kepala Kampung (Pak Pong) serta catatan-catatan pemuka masyarakat dan saksi-saksi hidup yang mengetahui latar belakang dan seluk beluk Desa Sengkubang. Menurut Ellyas, Kampung Sengkubang terbentuk tahun 1884 Masehi.

Laki-laki sederhana ini lahir 1 Januari 1944 di Desa Sengkubang Kecamatan Mempawah Hilir. Pendidikan SR, SMEP dan KPAA Negeri ditempuhnya di Mempawah kemudian dilanjutkan di Pontianak.

Saya mengenal pak Ellyas sejak lima tahun silam saat bertugas sebagai wartawan di Mempawah. Kami biasa ngobrol, mulai dari isu pemerintahan, sastra, politik, kemasyarakatan, sejarah hingga pengalaman pak Ellyas. Untuk ukuran usia seperti pak Ellyas, saya melihat semangat itu sangat luar biasa. Bayangkan di zaman yang sudah serba digital, ia masih menuangkan karyanya dengan mesin ketik. Bahkan tak jarang menggunakan tulis tangan pula. Sebuah semangat yang langka didapatkan saat ini.

Kemana-mana ia masih menggunakan sepeda ontel. Memang untuk ukuran Mempawah, sebuah kota kecil arah ke arah utara Kota Pontianak yang berjarak sekitar 60 KM sepeda sudah cukup sebagai sarana transportasi. Sebab penduduknya jarang dan satu dengan yang lain saling kenal. Kemudian jarak yang ditempuh juga tidak terlalu jauh.

Untuk tempat tinggal dan menikmati hari tua, Mempawah sepertinya tempat yang cocok. Jauh dari hiruk-pikuk kota, polusi rendah, tak pernah macet serta aman. Hanya saja fasilitas lain terutama pusat perbelanjaan mungkin agak jarang.

Karya Ellyas, “Mempawah Tempo Doeloe” saat ini bahkan sudah mengisi pusat dokumentasi Kerajaan-kerajaan Indonesia di Belanda. Ini setelah Ellyas diminta mengirimkan bukunya oleh Donald P Tiek, pemilik DO Pusat Dokumentasi Kerajaan Indonesia yang beralamat di Van Bleiswljks Raat 52 C 3135 AM Vloardingen Nederland. “Via telepon beliau telah memberitahu saya bahwa buku tersebut telah diterima dengan baik dan disimpan di pusat dokumentasi,” kata Ellyas, kepada saya melalui surat.

Langkah laki-laki tua kadang terseok. Sepeda ontel selalu menemaninya kemana pun ia pergi. Namun, ide-ide brilian serta catatan-catatan sejarah terus lahir dari karya tulisanya.□

*Edisi Cetak Borneo Tribune 16 September 2007

Sunday, September 16, 2007 |

0 komentar:

Kategori

Powered By Blogger

Total Pageviews