Setali Tiga Uang Kebijakan Pembangunan Eksploitatif

Menurut aktivis Konsorsium Anti Illegal Logging (KAIL) Ada tujuh elemen yang terkait dalam rangkaian ilegal logging. Mereka adalah penggagas, pemodal atau cukong, orang kuat, aparat birokrasi, backing yang terdiri dari aparat penegak hukum, industri dan masyarakat.

Maraknya illegal logging karena penegakan hukum sangat lemah, keterlibatan aparatur pemerintahan, tumpang tindih peraturan, ketidakseimbangan antara eksploitasi dengan distribusi hasil serta keserakahan.

Persoalan lain menurut Happy Hendrawan, paradigma kebijakan dan hukum PSDA yang ekonomik-eksploitatif. Sementara hak menguasai pemerintah pusat bukan negara yang sentralistik, sektoral, eksploitatif, skala besar, monopoli dan oligopoly. Tidak ada transparansi, tidak ada pelibatan masyarakat, tidak ada pertanggunggugatan atau akuntabilitas publik, militeristik atau kekerasan penyeragaman. Selanjutnya tidak ada pengakuan atas hak Adat, tidak ada supremasi hukum, tidak ada mekanisme resolusi konflik dan ketiadaan hak substantif dan prosedural.

Proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang selama ini bersifat sentralistik dan tidak transparan. “Perlunya membangkitkan kesadaran individu bahwa sebagai bagian dari masyarakat, dan bagian dari negara, mereka memiliki hak dan kewajiban dalam pembangunan, termasuk juga dalam pengelolaan sumberdaya alam,” kata Happy.

Selama ini masyarakat kurang dilibatkan dalam pengambilan kebijakan, sehingga aspirasi dan inisiatif mereka terhambat, menjadi terbiasa bersikap pasif, kurang kritis dan dikondisikan untuk menunggu dan menerima kebijakan yang ditentukan oleh pusat.

Kurangnya rasa kepedulian dan sense of belonging terhadap program dan hasil-hasil pembangunan pun konservasi. Era otonomi daerah menjadi titik tolak bagi masyarakat untuk memberdayakan diri dan mengatur kebutuhannya sendiri, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing?

Fakta temuan, banyak pihak yang terlibat, dan diatur oleh cukong
dari anarkis ke penyalahgunaan izin dan modus campuran, legalisasi aturan untuk tindakan ilegal, ekonomisasi politik menuju “Political Economic”. Selanjutnya mengambil untung dari kemiskinan dan membangun perangkap kemiskinan tata kelola oleh penyuapan atau kekuatan uang membuat birokrasi tanpa daya dan didasarkan pada ukuran ekonomi yang salah (PAD versus PDRB Hijau).

Data luasan pemanfaatan hutan (HPH dan Perkebunan tahun 2006 dengan luas hutan Kalbar 9,17 juta Ha berdasarkan data Dinas Kehutanan Kalbar adalah: Kalimantan Barat 1.163.890 Ha, Kalimantan Tengah 4.603.723 Ha, Kalimantan Selatan 369.251 Ha, Kalimantan Timur 6.740.467 Ha dengan jumlah 12.877.331.

Sementara perkebunan besar di Kalbar hingga Juli 2006 terdapat di Kabupaten Pontianak 376.572 Ha, Sambas 199.200 Ha, Bengkayang 205.085 Ha, Landak 276.870 Ha, Sanggau 280.924 Ha, Sekadau 208.352 Ha, Sintang 470.788 Ha. Melawi 119.225 Ha, Kapuas Hulu 251.271 Ha, Ketapang 949.766 Ha dengan jumlah 3.338.053 Ha. *

*Borneo Tribune 6 Juni 2007

Saturday, June 9, 2007 |

0 komentar:

Kategori

Powered By Blogger

Total Pageviews