Hentikan Eksploitasi di DAS Mendalam

Daerah Aliran Sungai (DAS) Mendala, Kabupaten Kapuas Hulu merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Dimana masyarakatnya masih menggunakan adat sebagai landasan pengelolaan sumber daya alam. Namun seiring dengan kepentingan-kepentingan ekonomi, pengelolaannya terjadi tarik-menarik dengan kebutuhan akan keberlanjutan SDA sehingga keseimbangannya semakin terganggu.

Hendi Chandra, aktivis Walhi Kalbar, menuturkan, DAS Mendalam sudah cukup banyak eksploitasi-eksploitasi SDA skala besar. Kesemuanya ini dilihat dari kepentingan pemerintah pusat dan daerah pada masa orde baru, alasan-alasan yang tidak signifikan menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk mengeluarkan beberapa izin mulai dari HPH skala besar dan kecil maupun izin HTI.

Semuanya beralasan dengan pendapatan daerah atau negara maupun kemakmuran atau pemberdayaan masyarakat sekitar, namun yang terjadi masyarakat masih tetap terpuruk ke dalam kemiskinan, kesejahteraan rendah, tingkat pendidikan semakin tidak jelas dan sumber daya alam semakin habis kerusakan lingkungan semakin parah.

Dari masalah tersebut muncul resistensi yang berkepanjangan di masyarakat DAS Mendalam menghadapi pengelolaan sumber daya alam. Pertentangan-pertentangan ini terjadi sudah cukup lama, seperti penolakan masyarakat terhadap keberadaan HPH dan HTI di DAS Mendalam.

Kemudian melalui dialog dengan Dewan Perwakilan Masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu ketika itu dijabat Abang Tambul Hussein dan ditandatangani bersama Bupati Kapuas Hulu Yacobus F. Layang pada tanggal 13 Maret 2000 tercapai kesepakatan antara lain pemerintah setuju dan mendukung sepenuhnya atas tuntutan masyarakat adat Kayan Mendalam untuk menolak HPH atau perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan yang berada di DAS Mendalam.

Dituturkan Hendi pada seminar lingkungan di gedung Anex Untan kemarin pagi, DAS Mendalam memiliki 4 etnis yang berbeda. Ada Bukat, Kayan, Taman Semangkok dan Melayu Sambas. Masyarakat di situ mempunyai keberagaman budaya dan aturan adat yang berbeda, dengan pengelolaan sumber daya alam bernilai ekonomi tinggi lebih menyebabkan konflik horizontal serta membawa kerusakan terhadap lingkungan di masyarakat.

Meskipun demikian tidak begitu kelihatan bibit konflik, namun seperti klaim wilayah adat sudah mulai dirasakan oleh mereka. Maka pada tanggal 17-18 Oktober 2005 mereka melaksanakan pertemuan yang disebut “Pehengkung Peji Pepetang Petengaraan Pelahi Jung Urip Sayuu’ Hanii’ Ngerimaan” yang artinya “Berkumpul Bersama Bertanya bercengkrama, Saling Menjaga Agar Hidup Baik, Aman Tentram Dan Makmur”. Pertemuan tersebut dihadiri utusan-utusan masyarakat adat se-DAS Mendalam yang menghasilkan pernyataan sikap bersama Se-DAS Mendalam.
Pada 19 Oktober 2005 Menteri Kehutanan, M.S Kaban datang Ke Kapuas Hulu dan berkunjung ke Dusun Tanjung Karang. Bersamaan dengan itu pernyataan bersama se-DAS Mendalam yang dirumuskan pada tanggal 17-18 Oktober 2005 diajukan dan dibacakan di depan Menteri.

Adapun isi pernyataan tersebut antara lain hormati dan hargai hak dan kemampuan masyarakat adat dalam mengelola DAS Mendalam. Kembalikan pengelolaan sumber daya alam kepada masyarakat adat DAS Mendalam. Hentikan tuduhan yang mengambinghitamkan masyarakat adat sebagai perusak lingkungan dan meminta agar pemerintah membantu dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan masyarakat adat dalam menjaga, memelihara, memperbaiki, dan melindungi sumber daya alam.

Namun kemudian muncul pertanyaan sangat besar bagi masyarakat adat se-DAS Mendalam saat ini. Apalagi sejak 17 April 2006 terbit SK. Menhut No. 107/MENHUT-II/2006 tentang Pembaharuan IUPHHK pada hutan Alam yaitu PT. Toras Banua Sukses di atas areal hutan produksi seluas ± 24.920 Ha di Provinsi Kalimantan Barat.

“Hal ini akan menambah rentetan panjang permasalahan sumber daya alam di Mendalam. Seolah-olah tidak habisnya permasalahan muncul yang mendorong terjadinya konflik di masyarakat dan akan kah pemerintah ini menutup mata atas keberadaaan masyarakat di DAS Mendalam,” tanya alumnus F-Hum Untan asal Ketapang.*

Teks & Foto: Stefanus Akim Sungai Kapuas merupakan urat nadi bagi masyarakat Kota Pontianak bahkan Kalimantan Barat.*

*Borneo Tribune, 5 Juni 2007

Saturday, June 9, 2007 |

0 komentar:

Kategori

Powered By Blogger

Total Pageviews