Tanah dan Kekayaan Alam untuk Rakyat

Para aktivis lingkungan hidup di Pontianak akan menggelar seminar sehari dan aksi damai pada 4-5 Juni. Kegiatan ini sebagai upaya kampanye hari lingkungan hidup se-dunia. Pada hari pertama akan mengambil tema, ”Dampak Pembangunan yang Eksploitatif Terhadap Kerusakan Lingkungan di Kalbar”.

Kegiatan bertujuan untuk menyatukan kesepemahaman bersama tentang kondisi konkrit masyarakat dan lingkungan hidup di Kalimantan Barat sehingga muncul tindakan konkrit bersama.

Peserta untuk kegiatan ini diperkirakan 250 orang yang berasal dari masyarakat korban, organisasi massa, NGO’s, siswa pelajar, mahasiswa, politisi, pemerintah dan lainnya
Sementara untuk hari kedua mengambil tema, “Tanah dan Kekayaan Alam untuk Rakyat”.

Kegiatan ini bertujuan melakukan penekanan kepada semua pihak khususnya pemerintah dan pengusaha agar tidak membuka dan menyerahkan tanah dan kekayaan alam masyarakat kepada pemilik modal. Pada hari kedua ini diperkirakan akan dihadiri tak kurang 300 orang yang berasal dari masyarakat.

Hendi Chandra, aktivis Walhi Kalbar, mengatakan, tanah dan kekayaan alam menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat adat atau lokal, petani, nelayan dan masyarakat pekerja pedesaan lainnya. Sebab tanah dan kekayaan alam merupakan pondasi dari keberadaan masyarakat adat/lokal, petani, nelayan dan pekerja pedesaan lainnya.

“Misalnya dalam masyarakat adat, tanah dan kekayaan alam merupakan sarana untuk mendapatkan kebutuhan material dan spiritual dalam melangsungkan hidup dan kehidupannya. Karya seni dan kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat adat merupakan gambaran hubungan antara manusia dengan Tanah dan kekayaan alam. Secara umum gambaran tersebut bisa terlihat dalam cerita-cerita rakyat yang hidup bertutur tentang kehidupan di hutan atau sekitar hutan, bahkan pohon-pohon besar, atau spesies kayu tertentu dipandang sebagai perlambang kekuatan,” kata Divisi Kampanye Walhi Kalbar dan menyebutkan setidaknya ada 82 lembaga yang akan ikut dalam kegiatan tersebut.

Petaka yang mengencam keberadaan masyarakat adat di wilayah Kalimantan hadir tidak lebih dari 30 tahun terakhir ini. Dimana, sejak penetrasi modal (investasi) masuk semakin dalam ke wilayah Kalimantan dengan melakukan eksploitasi kekayaan alam yang sangat meruah.

Hutan perawaan dihancurkan tanpa mempedulikan fungsi hutan yang menjadi penyeimbang bagi kehidupan melalui konsesi Hak Penguasaan Hutan (HPH), kandungan di dalam perut bumi yang kaya akan bahan tambang dikeruk melalui konsesi Kontrak Karya Pertambangan (KKP). Dan, untuk melanggengkan tanah-tanah masyarakat adat sebagai tanah jajahannya dengan mengambil alih tanah-tanah tersebut untuk dijadikan perkebuan kelapa sawit melalui konsesi Hak Guna Usaha (HGU).

Hendi melihat praktek tersebut dilakukan dengan mengabaikan keberadaan masyarakat adat yang sudah turun temurun ada, menjaga, memanfaatkan dan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari alamnya atau dengan kata lain menganggap bahwa masyarakat adat tidak ada sama sekali. Hancurnya Hutan akibat penebangan dan hancurnya tanah akibat pertambangan serta berubahnya tanaman rakyat yang heterogen menjadi tanaman homogen berupa sawit merupakan realitas yang bisa dilihat dengan mata telanjang.

Penyingkiran masyarakat adat dari realitas obyektifnya, telah menyebabkan masyarakat adat kehilangan penopang bangunan sistem masyarakatnya yakni alam dengan segala isinya. Dimana saat ini alam dan segala isinya yang secara turun temurun penguasaan dan pengelolaan secara komunal oleh masyarakat adat telah berpindah tangan dan terkonsentrasi (terpusat) pada segelintir orang pengusaha (dalam atau luar negeri).

Kondisi ini, jika di bandingkan dari hancurnya Jawa oleh penjajahan model lama dapat disimpulkan bahwa hancurnya Kalimantan lebih cepat.

“Untuk itu kami sebagai bagian dari masyarakat yang selama ini bergulat untuk keadilan tanah dan kekayaan alam bagi masyarakat adat/lokal, petani, nelayan dan pekerja pedesaan lainnya dan juga bekerja untuk memajukan entitas’ ujarnya.

Dengan mengambil momentum Hari Lingkungan Hidup se-Dunia para aktivis akan melakukan serangkaian kegiatan dengan tema sentral ”Tanah dan Kekayaan Alam untuk Rakyat”. Harapannya dengan rangkaian kegiatan tersebut akan menggugah semua pihak untuk ikut membendung penghancuran bumi yang dilakukan oleh kekuatan imprealisme. Serta, menyerahkan penguasaan tanah dan kekayaan alam secara adil kepada masyarakat adat/lokal, petani, nelayan dan pekerja pedesaan lainnya.

Secara umum tujuan dari kegiatan ini adalah ”Menjadikan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia sebagai momentum untuk membendung penghancuran bumi”. Lebih khususnya, antara lain:
memberikan informasi kepada masyarakat luas, pemerintah dan pengusaha serta pihak-pihak lain bahwa penguasaan tanah dan kekayaan alam yang dilakukan oleh rakyat selama ini akan menjamin keadilan, kedaulatan, kesejahteraan masyarakat dan juga kelangsungan layanan alam.

Selanjutnya melakukan penekanan kepada semua pihak khususnya Pemerintah dan Pengusaha agar tidak membuka dan menyerahkan Tanah dan Kekayaan Alam masyarakat kepada pemilik modal.

Sedangkan hasil umum dari kegiatan ini adalah ”Keterlibatan secara aktif dan kongkrit seluruh elemen masyarakat dalam membendung penghancuran bumi” sedangkan secara khususnya antara lain: Tumbuhnya kesadaran bersama akan kedaulatan rakyat atas wilayah, tanah dan kekayaan alam sebagai penjamin terwujudnya keadilan, kedaulatan, kesejahteraan masyarakat dan juga kelangsungan layanan alam serta ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk membendung laju investasi yang merampas tanah dan kekayaan alam rakyat.*

Wednesday, May 30, 2007 |

0 komentar:

Kategori

Powered By Blogger

Total Pageviews